Powered By Blogger

Selasa, 10 September 2002

Urgensi Pemimpin Dalam Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat

Hadirnya seorang pemimpin yang sanggup membawa rakyatnya -orang yang dipimpinnya- kepada keadaan yang lebih baik adalah merupakan dambaan bagi setiap individu masyarakat, karena setiap orang membutuhkan kedamaian, kesejahtraan dan kerukunan dalam kehidupan sehari-hari, untuk semua itu dibutuhkan sosok seorang pemimpin yang handal dan bertanggung jawab, khususnya pemimpin sebuah Negara atau Bangsa. Namun untuk meraih atau mendapatkan semua itu sangatlah sulit dimana realita yang ada didepan mata kita sekarang ini seakan mengatakan bahwa kepemimpian adalah wahana untuk meningkatkan popularitas diri seseorang, sehingga tidak ayal lagi dalam kancah dunia perpolitikan, kepemimpinan seakan dijadikan ajang kompetisi untuk meraih sebuah kedudukan. Maka jangan heran kalau selama ini terjadi money politic (politik uang) dimana-mana, bukan hanya di level internasional, regional juga ditingkat lokal, dimana suara rakyat bisa dibeli dengan uang, makanan dan pakaian. Kalau di Zaman Jahiliyah berlaku yang namanya Hukum Rimba (siapa yang kuat dialah yang menang) maka sekarang kalau boleh saya katakan “siapa yang kaya dialah yang menang” yang akan menduduki kursi kepresidenan, kabenet kementrian, kegebernuran dan yang lainnya. Apakah kepemimpinan yang seperti ini yang akan kita harapkan dan kita dapatkan?...kepemimpinan yang semuanya bergantung pada materi.
Padahal, efektivitas pemimpin diukur dalam hubungannya dengan konstribusi pemimpin terhadap kualitas dan proses-proses kelompok, rakyat atau anggota yang dipimpinnya. Apakah pemimpin tersebut meningkatkan solidaritas (cohesiveness) kelompok, kerjasama antara anggota, motivasi para pengikut, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, serta pemecahan konflik di antara anggota?... Apakah pemimpin telah memberikan konstribusi terhadap efisiensi spesialisasi peran organisasi, aktivitas-aktivitas akumulasi sumber daya serta kesiapan kelompok atau masyarakat untuk menengani prubahan dan krisis?... dan lain sebagainya, ataukah ia sebaliknya. Maka dari itu untuk membentuk masyarakat yang dinamis harmonis dan sejahtera serta negara yang adil, makmur, sentosa “gemah ripah loh jinawi toto tentram karto raharjo” diperlukan seorang pemimpin yang betul-betul berjiwa pemimpin, baik itu pemimpin Negara, Provensi, Kota, Kabupaten, Kecamatan hingga rumah tangga. Bukan pemimpin yang haus kekuasaan, rakus kekayaan serta tidak peduli dengan keadaan.
Robert Chambers dalam karyanya yang sangat kondang “putting the last first” (1983) lebih menyemangati arah pengembangan masyarakat menjadi sebuah gerakan yang populis, kepada rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat. Dimana rakyat atau masyarakat disini berperan aktif dalam pengembangan sebuah negara, namun mereka juga tidak dirugikan oleh negara atau pemimpin negara itu sendiri, sehingga dari sinilah akan terwujud keharmonisan dan kerukunan antara pejabat dengan rakyatnya, atasan dengan bawahannya, dan dari sini pula akan terbentuk take and give yang berkesinambungan dari dua belah pihak. Kalau kita tinjau dari segi filosufis tentu saja bukan hanya Chambers yang mengawali gagasan ini tetapi jauh sebelumnya Rasulullah saw. sudah mencontohkan hal ini dalam perilaku baliau setiap harinya, sebagaimana sabda Beliau “carilah aku di tengah-tengah komunitas fakir” suatu pernyataan yang sangat indah sekali, dalam wujud kekinian dikenal dengan istilah “pendampingan”, The last first dalam bukunya Chambers dan fakir dalam kosa kata islam mempunyai nuansa yang sama kaum mustadh’afien (golongan orang-orang yang lemah), terutama dari segi ekonomi karena dasar filosofis pengembangan masyarakat adalah “halp people to the help him self” (membantu masyarakat untuk membantu dirinya sendiri). Dengan demikian paradigma tentang masyarakat yang ingin dibangun adalah bahwa masyarakat senantiasa berada dalam suatu proses menjadi “becoming being”, bukan “being in static state”, pemahaman yang seperti itulah titik tolak yang paling hakiki bagi semua metode dan prinsip dasar pembangunan masyarakat. maka dari itu seorang pemimpin harus memberikan kepada masyarakat sebuah kepercayaan bahwa tanpa ada mereka secara penuh, perbaikan kualias kehidupan serta perkembangan mereka tidak akan membawa hasil yang berarti. Memang sering kali people empower ment diawali dengan mengubah lebih dahulu cara pandang masyarakat dari nrimo ing menjadi aktif partisipatif, maka dari itu peranan seorang pemimpin sebagi seorang pendamping sangatlah penting untuk bisa tahu lebih banyak tentang keadaan yang terjadi sebenarnya dilapangan dan memperbaikinya bersama-sama.
Kalau kita berkaca pada keadaan kepemimpinan negara kita sekarang, seakan kita mau menutup muka tak ingin melihat kenyataan yang ada. Dimana kepemimpinan negara kita sekarang ini menglami krisis pundamental, hal ini dibuktikan dengan banyaknya koruptor-koruptor yang diseret kemeja hijau dan dimasukkan kedalam jeruji besi dan banyak pula pejabat kita yang terjerumus kedalam ajang perjudian, masuk kelembah gelap prustitusi dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa keinginan menjadi pemimpin bukan karena negara, rakyat, bangsa dan tanah airnya jauh lagi untuk menggapai ridho Yang Maha Kuasa tetapi semata-mata karena gila harta, kedudukan dan popularitas diri semata.
Faktor utama krisis kepemimpian adalah karena makin langkanya kepedulian kepada kepentingan orang banyak, kepentingan lingkungan dan masyarakat. sekurang-kurangnya ada tiga masalah mendasar yang menandai kekurangan itu
 Adanya krisis komitmen. Kebanyakan orang tidak merasa mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memikirkan dan mencari pemecahan masalah kemaslahatan bersama, masalah harmoni dalam kehidupan dan masalah kemajuan dalam kebersamaan sehingga terjadilah ketimpangan dalam kepemimpinan dimana ia tidak mau berbuat sesuatu kecuali sesuatu itu bisa menguntungkan bagi dirinya hingga pada akhirnya jadilah ia seorang pemimpin yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri.
 Adanya krisis kredibilitas. Sangat sulit mencari pemimpin atau kader pemimpin yang mampu menegakkan kredibilitas dengan tangguh. Kredibilitas itu dapat di ukur misalnya dengan kemampuan untuk menegakkan etika memikul amanah. Kredibilitas pemimpin juga berarti setia pada kesepakatan dan janji. Pemimpin yang kredibel ialah tokoh yang mampu bersikap teguh dalam berpendirian. Dia bisa jujur dalam memikul tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Kredibilitas juga diukur dengan kuatnya iman dan kemampuan menolak godaan dan peluang untuk menyimpang.
 Masalah kebangsaan serta kehidupan bermasyarakat sekarang ini tantangannya makin bertambah komplek dan rumit. Kepemimpinan zaman ini tidak cukup lagi bisa mengandalkan pada bakat atau keturunan. Tidak ada lagi pemimpin bodoh dan tidak peka diterima dengan ikhlas oleh pengikutnya. Tidak cukup lagi orang mengandalkan kekuatan fisik, kelicikan atau bahkan intimidasi untuk menjadi pemimpin, pemimpin zaman sekarang harus belajar, harus membaca, harus tahu konteks, harus tahu mutakhir pengetahuan dan pemahamannya mengenai berbagai soal yang menyangkut kepentingan orang-orang yang dipimpin. Kalau tidak ia akan menjadi bahan tertawaan dan dilecehkan orang biarpun diluar terlihat orang-orang pura-pura tunduk karena suap, atau takut oleh intimidasi dan pemaksaan dalam berbagai bentuk menifestasinya.
Ketiga faktor tersebut merupakan kunci kepemimpian yang efektif dalam menghadapi tuntunan perkembangan zaman sekarang. Hanya pemimpin yang memiliki komitmen, kredibilitas dan integritas yang dapat bertahan dan melanjutkan misi kepemimpinan.
Satu pertnyaan yang layak disudurkan dalam hal ini adalah apa yang dibutuhkan seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang betul-betul berjiwa pemimpin?..... yang utama dan pertama adalah power, yang bisa berarti kekuasaan, pengaruh atau wibawa. Banyak orang yang mempercayai power itu bisa digantikan dengan uang, senjata atau kekuatan pemaksaan lainnya. Tetapi kepemimpinan yang demikian bukanlah corak kepemimpinan yang sejati yang dibutuhkan masyarakat kita dewasa ini. Yang bisa dibeli dalam masyarakat paternalistik dan despotik mungkin ialah jabatan, kedudukan, kepalsuan dan kepura-puraan.
Kekuatan, kewenangan dan kekuasaan juga memiliki konotasi kemampuan untuk menerjemahkan tujuan atau gagasan kedalam kenyataan. Hanya pemimpin yang mampu menjaga agar kenyataan yang telah berhasil diraih dapat dipertahankan kelangsungannya yang diterima sebagai pemimpin efektif. Kepemimpinan pada hakikatnya adalah kemampuan untuk memanfaatkan secara bijaksana kekuatan kewenangan atau kekuasaan semacam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar